Kamis, 13 Februari 2020

MAKALAH KHALIFAH ABU BAKAR


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW wafat pada hari Senin tanggal 12 Robiul Awal 11 H, bertepatan pada tanggal 8 Juni 623 M, dalam usia 63 tahun.  Sebelum Nabi wafat, beliau tidak meninggalkan wasiat apapun kepada kaum muslimin tentang siapa yang akan menggantikan beliau untuk memimpin masyarakat dan negara Islam yang dibentuk di Madinah. Akan tetapi, sebelum beliau wafat sempat memberikan petunjuk tentang siapa yang akan menggantikan beliau untuk memimpin masyarakat yaitu ketika beliau menunjuk Abu Bakar ash Shiddiq untuk menggantikan beliau mengimami shalat, ketika beliau merasakan sakit demam pada hari terakhir kehidupannya.
Pengganti pemimpin umat Islam setelah rasul (Nabi Muhammad) dinamakan Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut Khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.  Sebelum menentukan siapakah yang pantas menjadi khalifah, beberapa kelompok islam mempunyai perbedaan pendapat yaitu antara Muhajirin dan Anshor. Perbedaan pendapat tersebut diselesaikan secara musyawarah di balai kota Bani Sa’idah. Musyawarah tersebut berjalan sangat alot karena masing-masing merasa mempunyai hak untuk memilih tokoh-tokoh dari kelompoknya sebagai khalifah atau pemimpim umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah islamiah yang sangat kuat, akhirnya Abu Bakar yang dipilih sebagai khalifah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah biografi dari Abu Bakar ash Shiddiq?
2.      Bagaimanakah kekhalifahan Abu Bakar serta peran-peran penting yang dilakukannya?




BAB II
PEMBAHASAN
KHALIFAH ABU BAKAR

A.    Biografi Abu Bakar
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Quraisyi at-Taimi, yang lebih dikenal dengan Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu Quhafah.  Dijuluki ash-Shiddiq (orang yang selalu membenarkan) ini setiap kali Rasulullah SAW mengabarkan sesuatu, Abu Bakar selalu menjadi orang yang paling pertama membenarkan dan mengimaninya. Karena beliau begitu yakin bahwa Rasulullah SAW tidak berbicara berdasarkan nafsu.  Abu Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan setelah peristiwa penyerangan Ka’bah oleh tentara gajah. Beliau berkulit putih, berperawakan kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya, wajahnya tirus, matanya cekung, berkening lebar, dan selalu mewarnai jenggotnya jenggotnya dengan inai maupun katam (sejenis tumbuhan yang digunakan untuk menghitamkan rambut).  Beliau tumbuh di bawah naungan ayahnya Abu Quhafah yang masuk islam pada peristiwa Fathu Makkah, dan ibunya Ummul Khair, Salma binti Sakhr bin Amir (sepupu Abu Quhafah) yang masuk islam dan menjadi salah satu shahabat Rasulullah SAW bersama sang putra.
Masa muda Abu Bakar tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum jahiliyyah, kerena beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah membantu sesama, jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan mengharamkan atas dirinya khamar sejak masa jahiliyyah.

B.     Kekhalifan Abu Bakar serta peran-peran penting yang dilakukan beliau
Diawal sudah sedikit disinggung tentang pemilihan Abu bakar sebagai khalifah. Memang sudah jelas bahwa Rasulullah SAW sebelum meninggal tidak menunjuk langsung Abu Bakar yang nantinya akan menjadi khalifah, akan tetapi Rasulullah memberikan isyarat tentang kekhalifahan Abu Bakar yaitu ketika beliau menunjuknya untuk menggantikan sebagi imam shalat saat sakit beliau makin parah.
Abdullah bin Zam’ah meriwayatkan, “ketika sakit Rasulullah semakin parah, saya dan beberapa orang sedang bersama beliau. Datanglah Bilal menjemput beliau untuk shalat. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat”. Abdullah bin Zam’ah berkata, “kami pun keluar dari tempat Rasulullah menuju tempat shalat, ternyata Umar yang berada bersama jama’ah, sedangkan Abu Bakar tidak ada. Saya pun berkata, “Wahai Umar, bangunlah, jadilah imam shalat. Maka Umar pun maju ke dapan dan bertakbir. Ketika Rasulullah SAW mendengar suaranya – kebetulan Umar memiliki suara yang keras – beliau bersabda, “Dimana Abu Bakar? Allah dan kaum muslimin menolak itu, Allah dan kaum muslimin menolak itu!” Maka diutuslah seseorang menjemput Abu Bakar. Tak lama kemudian datanglah Abu Bakar setelah Umar selesai mengimami shalat. Lalu Abu Bakar mengimami shalat”. 
Setelah Rasulullah SAW wafat, beberapa tokoh-tokoh Muhajjirin dan Anshor sudah mulai memusyawarahkan tentang siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin, bahkan hal itu dilakukan sebelum jenazah Rasulullah dimakamkan. Mereka berkumpul di aula pertemuan (saqifah) milik Bani Sa’idah, kaum Muhajjirin dan Anshor merasa berhak mencalonkan tokoh-tokohnya untuk menjadi khalifah.  Musyawarah itu berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar oleh Umar yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang lain, dan akhirnya Abu Bakar resmi menjadi khalifah.
Masa kekhalifahan Abu Bakar yang berlangsung selama dua tahun, 11-13 H (632-634 M), diawali dengan pidato politik yang memberi komitmen bahwa dirinya diangkat menjadi pemimpin umat Islam sebaga Khalifah Rasulillah, yaitu mengganti Rasul melanjutkan tugas-tugas kepemimpinan agama dan kepala pemerintahan. Penegasan ini membawa implikasi bahwa Abu Bakar akan selalu menjadikan nilai dasar islam yang dibawa Rasul sebagai dasar dari kepemimpinannya. 
Karena negara Islam baru didirikan, maka tidak ada konstitusi tertulis ataupun konvensi-konvensi yang sudah baku. Al-Qur’an dan sunnah Nabi menjadi pedoman khalifah baru. Kekuasaannya belum ditentukan, secara teori ia mempunyain kekuasaan mutlak, namun dalam prakteknya banyak pembatasan. Negara merupakan sebuah intitusi baru bagi mereka, mereka terbiasa hidup dalam kebebasan, mereka tidak akan begitu saja mau tunduk pada kekuasaan baru. Meskipun Nabi Muhammad sudah membangun kontrol di hampir seluruh jazirah Arab, ia tidak bisa menjadikan orang-orang nomad untuk tunduk sepenuhnya. Oleh karena itu, Abu Bakar harus berhati-hati.  Hal ini dapat dilihat dalam pidato penobatannya sebagi khalifah: “Wahai manusia, aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah yang terbaik diantaramu. Maka jika aku melaksanakan tugasku dengan  baik, ikutilah aku, tapi sebaliknya bila aku salahn luruskanlah. Orang yang kamu anggap kuat, aku anggap lemah sampai aku dapat mengambil hak darinya. Sedangkan yang kamu anggap lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hakknya padanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, jika aku tidak patuh pada Allah dan Rasul-Nya, jangan taati aku”. 
Beberapa hal-hal penting yang dilakukan  Abu Bakar setelah resmi menjadi khalifah, sebagai berikut:
1.      Memerangi kaum murtad
Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar setelah menjadi khalifah yaitu memerangi kaum murtad. Setelah berita wafatnya Rasulullah tersebar luas, sekelompok orang yang baru masuk islam memberikan penolakan untuk membai’at Abu Bakar sebagai khalifah, bahkan mereka juga menentang islam. Menurut pemahaman mereka, agama ini terkait erat dengan hidupnya Rasulullah SAW, dengan demikian mereka menggap bahwa islam telah mati seiring wafatnya Nabi pembawanya.  Mereka menganggap bahwa masuknya mereka kedalam islam disebabkan oleh perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dan dengan kematian beliau maka batallah perjanjian tersebut. Mereka adalah para muallaf yang belum memahami prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam yang lain, disebabkan belum cukup waktu bagi Nabi Muhammad yang sangat tidak mungkin dapat dijangkau oleh utusan agama yang datang pada mereka. Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan peperangan, perang ini disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
Selain perang untuk melawan orang-orang murtad, khalifah Abu Bakar juga menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Selama tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi SAW, telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku memegang peran kenabian muncul di Yaman, yang bernama Aswad Ansi. Berikutnya adalah Musailamah al-Kadzab yang mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkat dirinya sebagai mitra di dalam kenabian. Penganggapan lainnya adalah Thulaihah al-Asadi dan Sajjah ibn Haris, seorang wanita dari Arabia Tengah. 
Sementara itu, orang-orang yang enggan membayar zakat karena mereka menganggap bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaraan pusat di Madinah sama artinya dengan penurunan kekeuasaan, suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertantangan dengan karakter mereka yang independen. Alasan lainnya adalah kesalahan memahami ayat Al-Qur’an yang menerangkan mekanisme pemungutan zakat (surat at-Taubat: 301). Mereka menduga bahwa hanya Nabi saja yang berhak memungut zakat. 
2.      Pengumpulan Al-Qur’an dalam satu mushaf
Selama peperangan untuk menumpas orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat, mengakibatkan banyak para penghafal Al-Qur’an (Qari’) yang wafat. Kondisi tersebut membuat Umar bin Khaththab cemas karena mungkin makin bertambahnya para Qari’ yang wafat dalam peperangan akan menghilangkan sebagian Al-Qur’an. Dengan alasan inilah akhirnya Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk memusyawarahkan dalam hal pengumpulan Al-Qur’an dalam satu mushaf. 
Pada mulanya Abu Bakar tidak menyetujui usulan Umar tersebut, dengan alasan Nabi SAW tidak pernah melakukan hal itu, bagaimana mungkin dia melangkahi Nabi. Namun tidak lekas menyerah, dia terus berusaha meyakinkan Abu Bakar dan menjelaskan sisi positif dari upaya pengumpulan Al-Qur’an tersebut. Dan akhirnya Abu Bakar bersedia menerima usulan Umar itu dan memberikan tugas tersebut kepada Zaid ibn Tsabit untuk menulisnya.
Zaid ibn Tsabit mulai menelusuri keberadaan Al-Qur’an dan mengumpulkannya dari yang tertulis di pelepah kurma dan lempengan batu putih serta dari hafalan para shahabat, sampai beliau mendapatkan akhir surat at-Taubah dari Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak didapatkan dari orang lain seorang pun. Setelah terkumpul semua, kemudian seluruh lembaran Al-Qur’an disimpan di rumah Abu Bakar sampai beliau meninggal dunia. Kemudian disimpan oleh Umar selama beliau hidup, dan selanjutnya disimpan oleh Hafshah binti Umar. 


3.      Melakukan ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) ke beberapa wilayah
Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar kemudian mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan Persia dan Byzantium (Romawi). Ekspansi pertama yaitu ke wilayah Persia di bawah pimpinan Khalid ibn Walid pada tahun 634 M. Pada ekspansi ini, pasukan Islam dapat menguasai dan menaklukkan Hirah, yaitu sebuah kerajaan Arab yang loyal kepada Kisra di Persia. Daerah ini merupakan daerah penyebaran bangsa Arab dari selatan, namun mereka dijadikan benteng terakhir oleh Persia untuk membendung laju tentara Romawi. Daerah ini yang secara strategis sangat penting bagi umat Islam dalam meneruskan penyebaran agama ke wilayah-wilayah di belahan utara dan timur. 
Ekspansi berikutnya yaitu ke wilayah Romawi Timur (Byzantium) yakni kerajaan Ghassaniyah yang merupakan .daerah protektorat (wilayah yang berada dibawah lindungan negara lain) Romawi dan menjadi benteng pertahanan dari serbua Persia. Ekspansi ini dipimpin oleh empat panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid ibn Abi Sofyan, ‘Amr ibn Ash dan Syurahbil. Ini sudah pernah dilakukan sebelumnya yang dipimpin oleh Usamah dengan tujuan memberikan pelajaran kepada wilayah tersebut karena kekalahan yang pernah diderita umat Islam dalam perang Mut’ah, selain keinginan Usamah membalas pembunuhan ayahnya Zaid. Ekspansi yang dilakukan pasukan Islam dengan empat panglima perangnya dan dikuatkan lagi dengan kehadiran Khalid ibn Walid untuk menguasai wilayah tersebut, karena kemenangan atasnya akan sangat besar artinya bagi penguasaan daerah-daerah lain di barat dan utara. Faktor penting dilakukannya ekspansi ini dengan pengiriman pasukan besar-besaran yang dipimpin oleh empat panglima dan ditambah Khalid ibn Walid adalah karena umat Islam Arab memandang wilayah ini (Suriah) sebagai bagian dari semenanjung Arab, yang didiami oleh suku bangsa Arab yang berbicara menggunakan bahasa Arab pula. Dengan demikian dari sudut keamanan umat Islam (Arab) ataupun dari sudut pertalian rasional antara kaum muslimin dengan orang-orang Suriah sangatlah penting. 
Ketika pasukan Islam sedang menghadapi peperangan di front Sirian Damascus, Baalbek, Homs, Yerussalem, Mesir, dan Mesopotamia, Abu Bakar meninggal dunia pada Senin 23 Agustus 634 M setelah menderita sakit selama beberapa hari. Dalam menjalankan politik pemerintahannya selama 2 tahun, 3 bulan dan 11 hari, Abu Bakar mengedepankan aspek musyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan, sehingga secara internal kondisi pemerintahannya stabil. Pemerintahan Abu Bakar dikenal juga dengan pemerintahan yang sentralistik sebagaimana Nabi telah jalankan pemerintahan sebelumnya, yaitu menggabungkan antara otoritas legislatif, eksekutif dan yudikatif yang terpusan pada dirinya. Hal ini tidak mengurangi bobot demokrasi, karena meskipun tersentral pada pundaknya, masyarakat merasa senang dan kagum atas politik yang dijalankannya. 




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
  1. Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Quraisyi at-Taimi, mempunyai pribadi berakhlak mulia. Beliau wafat pada Senin 23 Agustus 634 M.
  2. Kekhalifahan Abu Bakar tidak ditunjuk langsung oleh Nabi SAW, melainkan melalui musyawarah beberapa kaum muslimin.
  3. Peran-peran penting yang dilakukan khalifah Abu Bakar yaitu memerangi orang-orang murtad dan orang yang enggan membayar zakat, pengumpulan Al-Qur’an dalam satu mushaf, serta melakukan ekspansi ke beberapa wilayah (Persia dan Romawi).
  4. Abu Bakar menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan dan 11 hari dengan bentuk pemerintahan yang sentralistik.