BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pantomim diperkenalkan di Inggris sebagai sebuah pertunjukan hiburan untuk
bersenang-senang. Pantomim bermula dari Commedia dell’Arte atau Komedi Seni di
Italia. Pada Komedi Seni ini yang tumbuh pad 1550-an ini merupakan sebuah
reaksi politik yang tidak memungkinkan pertunjukan dengan menggunakan terlalu
banyak kata-kata, terutama kata-kata yang bermakna politik dan yang tidak
memberikan kontribusi pada syiar agama. Komedi seni ini menjadi sangat penting,
karena memberikan kesempatan berimprovisasi dengan berbagai hal yang sedang
actual, tentunya tidak menyinggung masalah politik dan kekuasaan.
Pada masa komedi seni ini digunakan topeng untuk menyembunyikan wajah
pemain disamping menambah kesan lucu. Sedangkan pada pantomim, wajah tidak lagi
menggunakan topeng, tapi dilukis maupun diberi aksentuasi secara langsung (atau
di-make-up). Memasuki akhir abad 19 hingga saat ini, Pantomim semakin popular
dan ditujukan untuk anak-anak, baik di Inggris maupun di Australia, Kanada,
Amerika, Jepang (Tokyo Mime City) dan kini di Indonesia, khususnya di Jawa
Timur. Di Indonesia, pantomim tidak terlalu berkembang, karena kurangnya
pertunjukan-pertunjukan yang diselenggarakan. Di Jakarta dikenal nama-nama
seperti Septian dan Didi Petet. Di Yogyakarta seorang tokoh pantomim yang masih
aktif, seperti Jemek Supardi.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Apa
yang disebut dengan Pantomim?
2.
Bagaimana
sejarah pantomim di dunia?
3.
Perkembangan
Pantomim di Indonesia
1.3
Tujuan
Dengan disusunnya
makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui :
1.
Definisi
Pantomim
2.
Sejarah
Pantomim di dunia
3.
Perkembangan
Pantomim di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pantomim
Pantomim adalah seni
pertunjukan yang memvisualisasikan suatu objek atau benda tanpa menggunakan
dialog, namun menggunakan gerakan tubuh dan mimik wajah. Bahkan pantomim
memvisualisasikan rasa, sifat, dan karakter melalui gerakan tubuh dan mimiknya.
Pantomim merupakan
pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Istilah pantomim berasal dari
bahasa Yunani yang artinya serba isyarat. Berarti secara etimologis,
pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan
yang tidak menggunakan bahasa verbal atau pertunjukan bisu.
Menurut Aristoteles,
seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa pantomim telah dikenal sejak zaman Mesir
Kuno dan India. Kemudian dalam perkembangannya menyebar ke Yunani. Lebih lanjut
Aristoteles menjelaskan bahwa teori pantomim tersebut bermula dari
temuan-temuan pada relief-relief candi dan piramida.
Dalam relief tadi
dikisahkan adanya gambaran tentang seorang laki-laki dan atau perempuan sedang
melakukan gerakan yang diduga bukan tarian. Hal tersebut semakin jelas sesudah
adanya kategorisasi dari berbagai seni pertunjukan yang dilakukan Aristoteles
berdasarkan ciri-ciri bawaannya, sehingga dapat dibedakan adanya sebutan tarian
dan bahasa isyarat.
Oleh karena pantomim
mengacu pada ciri dasar dari bahasa isyarat tadi, maka jelaslah bahwa seni
pertunjukan pantomi memang sudah ada sejak lama.
2.2 Sejarah Pantomim di Dunia
Pantomim di dunia
sebagaimana ditulis Aristoteles dalam Poetics menyebutkan bahwa seni pantomim
sudah berumur tua. Bahkan beberapa pendapat menyatakan pantomim sebelum dikenal
di Yunani sudah ada lebih dahulu di Mesir dan India.
Rumusan yang
dikemukakan Aristoteles memberikan asumsi bahwa pantomim sudah mulai dapat
diungkapkan melalui ciri-ciri dasarnya. Yaitu ketika orang mempertahankan seni
gerak tiruan (imitation) yang tidak berdasarkan rhtym secara dominan.
Seni gerak itu selesai
sebagai suatu gerakan isyarat, maka para ahli menyebutnya sebagai pantomim. Charles
Aubert dalam bukunya The art of Pantomime (1970)
mendefinisikan pantomim adalah seni pertunjukan yang diungkapkan melalui
ciri-ciri dasarnya, yakni ketika seseorang melakukan gerak isyarat atau secara
umum bahsa bisu.
Bahasa gerak sang
pantomimer adalah universal; menjalankan ekspresi emosi yang serupa diantara
berbagai umat manusia. Pantomim merupakan pertunjukan teatrikal dalam sebuah
permainan dengan bahasa gerak.
Kemudian dalam Encyclopedia
Britanica dijelaskan bahwa pantomim sebagai seni yang mengandalkan
olah tubuh dan kebisuan ini ada di Yunani sejak tahun 600 Sebelum Masehi. Saat
ini, pantomim sering diasosiasikan sebagai gaya akting komedi tanpa kata-kata.
Berkaitan dengan
akting, pantomim pada awalnya untuk menyebut aktor komedi di masa Yunani yang
menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi. Kemudian, kedua dipakai untuk
menyebut aktor di Romawi yang menyampaikan perannya melalui tari dan lagu.
Bentuk awal seni
pantomim masih dapat ditelusuri dalam phlyake, sebuah pertunjukan
peran jenaka yang mengangkat tema kehidupan yang nyata dan mitologi yang
berkembang di kawasan Sparta dan Dorian.
Pemeran dalam
pertunjukan ini tidak saja berpakaian aneh tapi juga menutupi muka mereka
dengan topeng yang hanya menyisakan bagian mulut. Penulis pertama seni pantomim
Dorian yang ternama adalah Epicharmus.
Sejak tahun 485-467 SM,
dia menjadi satu-satunya penulis pantomim yang paling kondang di Syracuse.
Sampai-sampai Aristoteles menganggapnya sebagai penulis puisi dramatik pertama
yang sangat berjasa. Epicharmus juga menulis beberapa plat komikal dan
menghaluskan permainan pantomim sebelumnya.
Pantomim dorian
kemudian dianggap sebagai bentuk awal pantomim modern. Sejak itu pantomim
identik dengan sifat-sifat komikal, karakter para pahlawan atau bahkan dewa pun
dapat dijadikan bahan tertawaan.
Seni pantomim dalam
perkembangannya semakin dikenal oleh banyak bangsa-bangsa di dunia, terutama
melalui industri film bisu (silent movie) dekade 1900-an berbagai bentuk
ekspresi dan gerak yang paling terbaru dikembangkan dengan serius.
Tahun 1927 sebagai era
tanpa kata. Hal ini ditandai dengan banyaknya aktor yang menguasai seni
pantomim, seperti dari Amerika Charles Spencer Chaplin atau Charlie Chaplin
(1889-1977).
Chaplin sangat penting
dalam percaturan bahasa bisu sebab ia salah satu tokoh besar dalam film bisu,
sebelum film bicara (talkies) diketemukan dan dijual kepada masyarakat.
Chaplin tampil dan
langsung populer tatkala muncul dalam film The Tramp (Si
Gelandangan) tahun 1915. Film bisu Chaplin lainnya yakni City Light (Lampu
Kota), The Gold Rush (Emas yang Merepotkan) dan Modern
Times (Jaman Modern).
Chaplin setia membuat
film tanpa suara dan merupakan jenius film bisu. Lewat film bisu kekuatan
Chaplin dapat ditangkap. Ia adalah penyair yang sesungguhnya. Ia berbicara
dengan bahasa tubuh sebagai isyarat-isyarat dan bukan bahasa tubuh yang
digunakan untuk menciptakan indikasi.
Dari situ maka
pengayaan batin yang diasah, juga membahasakan kekayaan batin ke dalam
iysarat-isyarat yang mungkin tak jelas benar akan tetapi puitik dan menyentuh.
Itulah hebatnya Chaplin.
Kemudian di Perancis
ada seniman pantomim yang handal pula, yakni Marcel Marceau. Pria kelahiran
Perancis 22 Maret 1923 ini mencintai pantomim karena sering menonton film bisu
Keaton dan Chaplin.
Kesungguhannya menekuni
mime sangat terpengaruh gaya mime harlequin dan karakter pantomim klasik
Deburau’s Pierrot. Marceau sangat dikenal dengan karakteer individunya sejak
tahun 1947 dengan membawakan gaya sang tooh ciptaannya bernama Bib.
Bib merupakan tokoh
ciptaan yang selalu tampil dengan muka putih. Pertama kali si Bib ini dibawa
keliling ke Switzerland, Beligia dan Holland. Tahun 1949 Marceau mendapat
penghargaan Deburau Prize untuki karya mimenya berjudul Death Before Dawn (Mati
Sebeklum Fajar).
Marceau dalam
aktivitasnya begitu teliti. Hal tersebut tidak disimak lewat beberapa karyanya
yang tokoh netral Bib itu, misalnya, pada Bib sang Pawang, Bib Naik Kereta Api,
Bib Bunuh Diri, Bib memerankan Daud-Goliat, dan Bib Serdadu. Maka tak ayal jika
seorang penulis asing
ada yang mengatakan Marcell Marceau merupakan Master of Mime.
2.3 Perkembangan Pantomim Indonesia
Dalam perkembangannya,
pantomim menjadi suatu seni pentas tersendiri dan mendapat tempat baru bagi
penikmat seni.
Perkembangan pantomim
dunia telah menemukan dinamisitasnya jauh waktu, sedangkan di Indonesia baru
dimulai sekitar tahun 1970-an, khususnya di Jakarta dan Yogyakarta.
Tidak banyak seniman
yang menggeluti pantomim dan hanya beberapa seniman yang cukup konsisten,
seperti Sena A. Utaya, Didi Petet (Sena Didi Mime), Jemek Supardi, Moortri
Poernomo, dan Deddy Ratmoyo.
Realitas sosial juga
menunjukkan bahwa belum tercapai apresiasi yang menggembirakan dari masyarakat
terhadap eksisitensi pantomim. Diketahui bahwa dekade 1990-an, Pantomim Yogya
mengalami pasang surut yang cukup serius.
BAB III
PENUTUP
Pantomim berasal dari
bahasa Latin, yaitu pantomimus, yang artinya meniru segala sesuatu.
Pantomim menggunakan tubuh, dalam bentuk ekspresi wajah atau gerak tubuh
sebagai dialog.
Bentuk penampilan
pantomim dikelompokkan berdasarkan jumlah pemain yang tampil, yaitu :
·
Pantomim tunggal
·
Pantomim berpasangan
·
Pantomim kelompok
Jadi, hal utama yang
harus diperhatikan dalam bermain pantomim adalah menampilkan kemampuan dalam
mengolah gerak-gerak yang kreatif dan ekspresi wajah. Tokoh pantomim Indonesia
yang terkenal adalah Jemek Supardi.