Kamis, 13 Februari 2020

MAKALAH PEMERINTAHAN DAENDELS DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

Daendels tiba di Batavia pada tanggal 5 Januari 1808 dan menggantikan Gubernur-Jendral Albertus Wiese. Daendels diserahi tugas terutama untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun demikian beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia. Pada tahun 1800, armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di Pulau Onrust sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806, armada kecil Inggris di bawah laksamana Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Von Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan. Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Perancis-Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan tugasnya dengan segera. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia membangun rumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya ia membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di Batavia ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk. Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos, sebenarnya dibangunnya juga karena manfaat militernya, yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kedatangan Daendels
Ketika VOC dianggap kurang kontribusi yang positif terhadap kas negara pemerintahan Belanda maka pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Bersamaan dengan hancurnya VOC, di Eropa sedang terjadi krisis politik, yaitu adanya politik ekspansif  Napoleon Bonaparte terhadap Belanda. Raja Willem berhasil meloloskan diri ke Inggris dan mendapatkan jaminan akan dilindungi apabila seluruh wilayah Indonesia diserahkan kepada Inggris. Di pihak Perancis, dengan dikuasainya Belanda berarti semua jajahan berada di bawah tanggung jawab Perancis. Maka dari itu dikirimkanlah Marsekal Herman Willem Daendels ke Batavia tahun 1808 sebagai gubernur Jenderal dengan mengemban tugas pokok untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
Daendels melakukan berbagai tindakan yang sangat merugikan bangsa Indonesia bahkan sering terjadi konflik dengan para penguasa pribumi yang dianggap terlalu jauh ikut campur urusan keratin. Pulau Jawa dibagi menjadi 9 wilayah (prefektur), setiap prefektur dikepalai seorang residen yang membawahi para bupati yang dilarang memungut upeti dari rakyat.

2.2  Kebijakan Politik dan Ekonomi Daendels
Daendels menjalankan pemerintahannya dengan memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta hak-hak bupati, mulai dibatasi terutama yang menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib tanam dan wajib kerja akan dhapuskannya. Hal ini tidak akan mengurangi pemerasan oleh penguasa tetapi juga lebih selaras dengan prinsip kebebasan berdagang. Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide-ide bagus tersebut.
Keadaan yang masih berlaku zaman VOC adalah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainya masih memegang peranan dalam perdagangan. Sebagai perantara mereka memperoleh keuntungan, antara lain berupa prosenan kultur, ialah presentase tertentu dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat. Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran bebas tidak berkembang dan tidak muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial yang lazim berperan penting dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup.
Faktor penghambat kedua ialah bahwa dalam sruktur feodal itu kedudukan bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat berjalan tanpa kerja sama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam masyarakat sehingga tidak mudah menggeser kedudukannya, jangankan mengurangi kekuasaan dan wewenangnya.
Faktor ketiga terdapat dalam tugas pemerintahan Daendels sendiri yang perlu mempertahankan Pulau Jawa terhadap serangan Inggris. Sehubungan dengan itu perhubungan di Jawa perlu dibangun, antara lain pembuatan jalan raya yang menghubungkan daerah-daerah di Jawa dari Anyer sampai Panarukan, kemudian dikenal sebagai Jalan Raya Pos ( Grote Posweg ). Untuk keperluan pembangunan raksasa ini dibutuhkan tenaga rakyat, maka itu wajib kerja ( verplichte dienstern ) dipertahankan. Di samping itu wajib penyerahan juga masih berlaku, sehingga pada masa pemerintahan Daendels sebenarnya sistem tradisional masih berjalan terus. Dengan dibangunnya Jalan Raya Pos diletakkannya prasarana yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi, sosial dan politik Jawa, tidak hanya dalam bidang transportasi  tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial.
Sesuai dengan prinsip-prinsip kebijaksanaanya Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat penguasa daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual-belikan jabatan itu. Karena mengadakan pemberontakan maka kesultanan Banten dihapuskan.
Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka menyimpan dendam kepadanya. Jadi ketika orang-orang Inggris datang, maka mereka bersama-sama dengan para raja "mengkhianati" orang Belanda. Selain itu Daendels memaksa rakyat Jawa untuk melaksanakan kerja rodi secara berat. Belum pernah mereka sebelumnya disuruh bekerja keras seperti itu.
Di sisi lain dikatakan bahwa Daendels mebuat birokrasi menjadi lebih efisien dan mengurangi korupsi. Tetapi ia sendiri dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Akhirnya ia dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.

2.3  Pemerintahan Daendels
Gubernur Jendral Daendels mengambil tindakan-tindakan yang tegas, ia memberikan gaji yang tetap kepada para pegawai, melarang mereka menerima pemberian-pemberian dan melakukan perdagangan. Pada waktu itu perdagangan oleh para pegawai belum dapat dilarang dengan mutlak, karena belum ada golongan pedagang yang sesungguhnya. Dengan tindakan Daendels ini maka, maka korps pegawai warisan dari kompeni kuno mendapat sifat-sifat korps pegawai dalam arti modern. Dasar untuk suatu pemerintahan yang dapat melakukan tugasnya tanpa terpaksa harus selalu memikirkan kepntingannya sendiri, baru diletakkan pada waktu itu. Dengan pemberian gaji yang tetap, maka barulah korps pegawai mempunyai jiwa baru. Proses modernisasi dari abad ke-19 itu dimulai leh Daendels dengan memodernisasi lapisan atas orang-orang Eropa.
Pengiring-pengiring bupati dikurangi. Semua kepala, juga kepala desa di kabupaten-kabupaten, selanjutnya akan diangkat oleh pemerintah. Para residen harus melindungi penduduk dari penganiyayaan-penganiyayaan. Ia memberikan jaminan, bahwa penduduk desa yang menebang pohon-pohon akan menerima upah penebangannya. Daendels menghapuskan penyerahan wajib benang-benang kapas dan nila di pantai timur barat. Dalam tahun 1808 ia melarang menyewakan desa, tetapi ia mengecualikan desa-desa, yang mengusahakan penggilingan gula, pembuatan garam dan sarang-sarang burung. Semua itu dimaksudkan untuk mengurangi beban rakyat.
Tetapi, disamping itu ada pula beban-beban yang ditambahkan. Penanaman wajib dari kopi, yang diselenggarakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, diperluas oleh Daendels. Untuk membuat jalan Pos yang besar dituntutnya rodi yang berat. Jalan dibuat untuk kepentingan militer, tetapi kemudian menjadi penting untuk perekonomian.
Dibawah Daendels semua penyerahan masih tetap, penyerahan wajib dan semua pekerjaan adalah tetap pekerjaan wajib. Jadi pergaulan hidup masih tetap terikat secara adat. Oleh pembuatan jalan dan penanaman kopi itu, sifat tidak diperlemah tetapi malah diperkuat.
Peraturan-peraturan Daendels itu memerlukan lebih banyak perhatian dan pengawasan oleh orang-orang Eropa di daerah-daerah pedalaman. Keadaan ini dan pemerintahan Daendels yang bekerja secara sentral agaknya menyebabkan pengaruh Eropa pada waktu itu menjadi tambah dalam dan makin merosotnya kedudukan para bupati.
Di Kesultanan Cirebon dan Banten, Daendels memperbesar pengaruh Eropa. Di Banten peraturan-peraturan Daendels lebih keras lagi dengan tujuan supaya dapat menuntut rodi untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan militer, dan hal ini pulalah yang menyebabkan peperangan yang dilakukan Daendels terhadap Banten. Peperangan ini adalah permulaan dari rentetan peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan dihapuskannya Kesultanan Banten.
Pemerintahan Daendels dapat dikatakan bahwa ia tidak mengganggu struktur ekonomi pergaulan hidup yang tradisional, melainkan mengaturnya dan bahwa pengaruh barat dibawah pemerintahannya telah mulai menyampingkan para bupati. Daendels adalah seorang pemuja ( Bewonderaar ) Napoleon dengan pendapatnya mengenai pemerintahan sentral dan kuat serta tentang administrasi negara. Di Jawa Daendels menjelmakan sebagian dari pada pendapat tersebut.

2.4  Akhir Pemerintahan Daendels
Di sisi lain dikatakan bahwa Daendels mebuat birokrasi menjadi lebih efisien dan mengurangi korupsi. Tetapi ia sendiri dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Akhirnya ia dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.Pemanggilan pulang ini dipertimbangkan oleh Napoleon sendiri. Dalam rangka penyerbuan ke Rusia, Napoleon memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh kepada Daendels. Dalam korps tentara kebanggaan Perancis (Grande Armee), ada kesatuan Legiun Asing (Legion Estranger) yang terdiri atas kesatuan bantuan dari raja-raja sekutu Perancis. Di antaranya adalah pasukan dari Duke of Wurtemberg yang terdiri atas tiga divisi (kira-kira 30 ribu tentara). Tentara Wurtemberg ini sangat terkenal sebagai pasukan yang berani, pandai bertempur tetapi sulit dikontrol karena latar belakang mereka sebagai tentara bayaran pada masa sebelum penaklukan oleh Perancis. Napoleon mempercayakan kesatuan ini kepada Daendels dan dianugerahi pangkat Kolonel Jenderal.
Ketika tiba di Paris dari perjalanannya di Batavia, Daendels disambut sendiri oleh Napoleon di istana Tuiliries dengan permadani merah. Di sana ia diberi instruksi untuk memimpin kesatuan Wurtemberg dan terlibat dalam penyerbuan ke Rusia pada tanggal 22 Juni 1812.  Sekembali Daendels di Eropa, Daendels kembali bertugas di tentara Perancis. Dia juga ikut tentara Napoleon berperang ke Rusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo dan Belanda merdeka kembali, Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan Patriot dan tokoh revolusioner ini. Tetapi biar bagaimanapun juga, pada tahun 1815 ia ditawari pekerjaan menjadi Gubernur-Jendral di Ghana. Ia meninggal dunia di sana akibat malaria pada tanggal 8 Mei 1818.




BAB III
KESIMPULAN

Pengambilan-pengambilan kekuasaan VOC oleh Pemerintahan Kerajaan Belanda bersamaan dengan Revolusi Industri (1792-1802) yang melibatkan Austria, Rusia, Inggris, Belanda dan Spanyol. Pada tahun 1795, Perancis dapat menaklukan Belanda. Raja Belnda William V, mengasingka diri ke Inggris dan menyerahkan seluruh daerah jajahannya untuk sementara waktu kepada Perancis. Belanda jatuh ketangan Perancis dibawah pimpinan Kaisar Louis Napoleon Bonaparte pada tahun 1806. Hal tersebut menyebabkan pengaruh poitikliberal Perancis meluas di Belanda dan terjadilah perubahan peta politik di Belanda yang pengaruhnya sampai ke Indonesia sebagai daerah jajahannya. Napoleon Bonaparte kemudian kemdian mengangkan Herman Willem Daendels sebagai gubernur jendral Hindia Belanda dan menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels datang ke Indonesia pada 1 januari 1806. Ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang mendukung politik liberalism.
            Kedatangan Daendels ke Pulau Jawa mengemban tugas pokok, yaitu
a)       Memperkuat pertahan di Pulau Jawa untuk menghadapi serangan Inggris
b)       Mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya untuk biaya perang melawan Inggris.
c)       Memperbaiki kondisi keuangan pemerintah karena kas Negara kosong.
Jawa adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun demikian beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia. Pada tahun 1800, armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di Pulau Onrust sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806, armada kecil Inggris di bawah laksamana Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Von Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan.
Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Perancis-Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan tugasnya dengan segera. Daendels memerinatah di Indonesia secara tegas dan melakukan perubahn politik secara radiakal. Sisitem pemerintahan di Indonesia diubah dari system tradisional kesistem pemerintahan modern. Jalan raya dan dan benteng-benteng pertahanan dibangun untuk kepentingan militer dan ekonomi Belanda. Pengadilan bagi penduduk pribumi dilaksanakan secara hukum adat, sedangkan untuk bangsa Eropa, Cina, Arab, dan Indocina menurut undang-undang Hindia Belanda. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia membangun rumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya ia membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di Batavia ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk.
Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan. Pembangunan jalan ini adalah proyek monumental Daendels, namun harus dibayar mahal dengan banyak pelanggaran hak-hak asasi manusia karena dikerjakan secara paksa tanpa imbalan atau kerja rodi. Ribuan penduduk Indonesia meninggal dalam kerja paksa ini. Pembangunan jalan Daendels dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sejauh 1000 km pada tahun 1809 – 1810 yang pada awalnya  bertujuan untuk mempercepat tibanya surat-surat yang dikirim antar Anyer hingga Panarukan atau sebagai jalan pos, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya dibangunnya juga karena manfaat militernya, yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat dan semenjak saat itu, jaringan transportasi darat dipulau Jawa mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Jalan Raya Pos dibangun mulai dari Batavia (Jakarta) melalui buitenzorg (Bogor) lewat cianjur menuju Bandung dan terus ke Sumedang. Pada zaman pemerintahan Daendels dibangun juga jalan simpang kedaerah pealaman untuk mempermudah transportasi darat dari daerah pedalaman kepesisir. Selain itu, dibuat juga jalan-jalan untuk pengangjutan berat dengan kerabau atau kuda. Disepanjang jalan raya pada jarak tertentu dibangun pendopo, yaitu tempat istirahat dan mengganti kuda. Ditempat tertentu adapula persanggrahan, yaitu tempat-tempat pejabat dan pengikutnya beristirahat, serta dibangun pula tempat-tempat penyeberangan sungai untuk menyeberangkan kendaraan denagn menggunakan perahu tambang.
Dalam pembangunan proyek ini, Daendels mewajibkan setiap penguasa pribumi untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Sadisnya, priyayi atau penguasa pribumi yang gagal mengerjakan proyek tersebut, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Tak hanya itu, kepala mereka lalu digantung di pohon-pohon kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jenderal Daendels memang menakutkan, dia kejam, sadis dan tak kenal ampun. Karena banyaknya korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten masih simpang siur, menurut beberapa sejarahwan, korban meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang meninggal tanpa dikuburkan secara layak.
Walaupun demikian Daendels semakin keras menghadapi rakyat, dia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun alasannya. Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini.
Paruh kedua abad ke-19, pembangunan jalan mengalami kemajuan pesat. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan pengangkut dari dan ke pabrik atau perkebunan. Jalan-jalan banyak dibangun denagn menggunakan tenaga kerja-wajib (herendiensten). Pada tahun 1900-an, pembangunan jaringan jalan di Jawa mencapai panjang 20.000 km.